Karina Indamasputri, misalnya, menjalani kehidupannya yang menyenangkan sebagai siswa homeschooling. Tidak hanya belajar di rumah dengan menggunakan modul yang telah disediakan pihak homeschooling, dia juga mengikuti kelas komunitas, yang serupa dengan kelas pada umumnya. Ketika tiga hari terakhir jutaan anak sebayanya ikut Ujian Nasional (UN), Karin dan segelintir temannya tetap bersekolah di rumah. Kadang belajar bersama di tempat tertentu.
"Saya pernah sekolah di sekolah umum saat SD hingga SMP. Tapi yang saya dapat bukannya pengetahuan, tapi malah rasa bosan. Akhirnya saya memutuskan untuk belajar dengan konsep homeschooling," ungkapnya.
Karin mengungkapkan, seluruh aspek di homeschooling, seperti materi sama saja dengan di sekolah reguler. Menurutnya, pandangan masyarakat selama inilah yang terkadang membuat mereka terlihat beda dengan siswa sekolah reguler.
Perbedaan di homeschooling terletak pada waktu ujian yang tidak serentak dengan UN biasa. Jika sekolah umum mempunyai jadwal UN yang pasti, homeschooling tidak memilikinya. Bahkan di homeschooling tempat Karin belajar, ujian baru akan diselenggarakan pada Juni atau Juli saat ujian masuk universitas berlangsung. Meski begitu, dia menilai lulusan antara siswa homeschooling dan reguler sebenarnya tidak berbeda.
"Ijazah yang diterima sama, lulusan homeschooling ada logonya," katanya.
Bagi Karin yang termasuk siswa akselerasi atau percepatan, untuk dapat mengikuti UN, dia harus terlebih dulu menjalani tes IQ di lembaga yang berkompeten. "Sekira minggu lalu sudah ikut dan hasilnya di atas batas yang ditentukan, 139," kata Karin.
Sebagai informasi, ada syarat khusus bagi siswa homeschooling yang termasuk dalam program akselerasi untuk dapat mengikuti UN, yakni memiliki tingkat intelegensi atau intelligence quotient (IQ) di atas 130 dan harus dibuktikan oleh lembaga yang diakui negara.
Roosyanthie Sobari, ibunda Karin, tidak terlalu kaget saat Karin mengutarakan keinginannya untuk ikut homeschooling. "Saya tidak pernah memaksa apapun keputusannya, asal dia bisa bertanggung jawab dan bisa berguna bagi orang lain. Biaya yang agak mahal tidak masalah. Itu risiko," katanya.
Sudarmo Wiyono, Dosen psikologi Universitas Padjadjaran (Unpad) mengungkapkan pandangannya tentang homeschooling. "Tergantung kebutuhan masing-masing. Tapi dari sisi ilmu kurang efektif, terlebih dari segi biaya. Kan lebih mahal juga, jadi tidak terjangkau di semua kalangan," katanya. (happy adisti/koran si)(//rfa)
Kumpulan InformasiSilahkan Like Halaman Fans Page Kami. Agar Kami Bisa Tetap Terhubung Dengan Anda Lewat Facebook Dan Dapatkan Informasi Unik dan Menarik Lainnya.
{ 0 komentar... read them below or add one }
Posting Komentar